SING NDELOK

Selasa, 27 Januari 2015

Serat TRIPAMA

Serat TRIPAMA

Ini adalah buku karangan Mangkunegoro IV,yg menceriterakan watak 3 orang satria yg membela kehormatan negaranya.
Mereka adalah Sumantri (Patih Suwondo), Adipati Karno (Basukarno )dan Kumbokarno.

*Sumantri*
Dandanggula.
Yogyanira kang para prajurit, lamun bisa sira anuladya, duk ing nguni caritane, andel ira Sang Prabu Sasrabahu ing Maespati, aran patih Suwanda, lalabuhanipun, kang ginelung triprakara, guna kaya purun ingkang den antepi, nuhoni trah utama”.

Wahai semua prajurit, contohlah segala tingkah laku, kesetiaan dan ketaatan seorang senopati bernama Suwanda yang sangat dibanggakan, oleh sang Prabu Harjuna Sasrabahu di Maespati, yang mencakup tiga soal.
Pertama “Kepandalan (ilmu)”; Kedua “Kekayaan akan akal”, pikiran dan siasat peperangan dan Ketiga “Kebenaran” yang penuh dengan semangat patriotik; inilah yang disebut manusia utama.

Sumantri bisa dikatakan anak muda yg ambisinya tinggi untuk mencapai cita citanya sbg prajurit yg unggul.Bahkan pada awal pengabdiannya,dia sudah berani mencoba kemampuan boss-nya (Prabu Harjuno Sasrabahu).
Dia memperoleh kedudukan sebagai patih setelah berhasil menaklukkan negara Magada dan memindahkan taman Sriwedari.
Dalam cerita"Sumantri Ngenger" pemindahan taman Sriwedari,Sumantri dibantu oleh adiknya Sukrosono,yg berwajah jelek/raksasa.Karena malu kpd boss-nya,Sumantri minta adiknya untuk pulang,tetapi Sukrosono tidak mau.Dia ingin ikut kakaknya menghadap Prabu Harjuno Sasrabahu.Karena emosi,Sumantri menakut nakuti adiknya dg panah.Tanpa sengaja,panah terlepas,Sukrosono pun mati.
Sumantri mati saat membela negaranya melawan Rahwana/Dasamuko.

*Basukarno /Adipati Karno*
Salah seorang panglima perang Kurawa.
Dia adalah saudara tertua Pandawa..
Waktu lahir,dia dibuang oleh ibunya (Kunti),karena malu..Kunti waktu itu belum nikah,Karno lahir akibat cinta gelapnya dg Batara Surya..Karno akhirnya ditemukan oleh seorang kusir Adirata.Karena kesaktiannya,dia memperoleh pangkat adipati yg diberikan oleh raja Hastina (Duryudono/sulung dr Kurawa).
Karena itulah dia membela Kurawa ( orang yg telah memberinya kemuliaan dari asalnya yg anak kusir ),walaupun untuk itu ia harus melawan saudaranya sendiri (Pandawa).
Dalam cerita "Kresno Duto ",setelah dari Hastina,Kresna menjemput Kunti dan diajak bertemu dg Adipati Karno..Waktu itu Kunti membujuk Karno spy berpihak kpd saudaranya (Pandawa).Karno menolak,karena selama ini yg memberikan kemuliaan adalah Hastina (Kurawa) bukan Pandawa..bahkan sbg anakpun dia telah dibuang oleh Ibu kandungnya sendiri.Bahkan kpd Kresna,Karno bilang dia akan maju membela Kurawa.Dia tetap di pihak Kurawa,spy dapat manas -manasi Duryodono agar tetap mau berperang dg Pandawa(Perang Baratayuda ).Dia tahu bahwa Kurawa salah,kalau Baratayuda tidak terjadi..maka yg salah itu tetap berkuasa.Perang Baratayuda adalah "pembalasan"...sopo sing nandur bakal ngunduh.Akhirnya Karno mati dalam perang tanding dg Arjuna.
Karno mati dalam membela negara yg telah memberinya kemuliaan.

Karno kalah karena telah kehilangan senjata "Kunto"andalannya.( Dalam cerita Gatutkaca gugur,Kresno mengajak Gatutkaca untuk berkorban ,dg cara memancing Karno untuk melepaskan senjata Kunto -nya.Karena dia tahu,selama Karno masih punya
senjata Kunto,Arjuno pasti kalah dalam perang tanding.Gatutkaca gugur oleh senjata Kunto
Copy Paste dari  http://wayangkasmaji.blogspot.com/search/label/Serat%20TRIPAMA

Sastra Djendra 4


Sastra Djendra 4

Dengan menitisnya Resi Wisnu Anjali, maka lahirlah dari kandungan Dewi Sukesi seorang bayi lelaki yang berwajah sangat tampan. Dari dahinya memancar cahaya keputihan dan sinar matanya sangat jernih. Sebagai seorang brahmana yang sudah mencapai tatanan kesempurnaan, Resi Wisrawa dapat membaca tanda-tanda tersebut, bahwa putra bungsunya itu kelak akan menjadi seorang satria yang cendekiawan serta berwatak arif bijaksana. la kelak akan menjadi seorang satria yang berwatak brahmana. Karena tanda-tanda tersebut, Resi Wisrawa memberi nama putra bungsunya itu, Gunawan Wibisana.
Karena wajahnya yang tampan dan budi pekertinya yang baik, Wibisana menjadi anak kesayangan Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi. Dengan ketiga saudaranya, hubungan yang sangat dekat hanyalah dengan Kumbakarna. Hal ini karena walaupun berujud raksasa, Kumbakarna memiliki watak dan budi yang luhur, yang selalu berusaha mencari kesempurnaan hidup.

Begawan Wisrawa masih punya dendam sebelum melamar dewi Sukesih dia pernah dikalahkan oleh Jambu mangli seorang yang sangat sakti yaitu pamanda Dewi Sukesih,. Waktu para raja datang melamar Dewi Sukesih, semuanya dibunuh oleh Arya Jambumangli ini. Namun setelah tahu bahwa si keponakan diperisteri seorang resi, mengamuklah dia. Datang kehadapan Begawan Wisrawa.
semua kemampuan dan senjata di keluarkan untuk membunuh resi, tapi tidak dirasa oleh resi /begawan Wisrawa karena saat ini wisrawa sudah dapat mengendalikan emosinya dan dengan kekuatan sepiritualnya dia dapat membunuh Jambu mangli.
Berbulan-bulan hingga beberapa tahun di Lokapala Danaraja menunggu datangnya sang ayah yang diharapkan membawa kabar bahagia. Ia telah mendengar kabar bahwa sayembara Dewi Sukesi telah berhasil dimenangkan oleh Resi Wisrawa. Sampai suatu saat Wisrawa dan Sukesi sampai Lokapala. Sukacita Danaraja menyambut keduanya. Namun Wisrawa datang dengan wajah yang kuyu dan kecantikan sang dewi yang diagung-agungkan banyak orang itu tampak pudar. Danaraja, merasa mendapatkan suasana yang tidak nyaman, kemudian bertanya pada ayahnya. Di depan istri dan putranya, Wisrawa menceritakan semua kejadian yang dialaminya dan secara terus terang mengakui segala dosa dan kesalahannya. Namun kesalahan tersebut merupakan kesalahan yang amat teramat fatal dimata Danaraja. Mendengar penuturan ayahnya, Prabu Danaraja menjadi sangat kecewa dan marah besar. Danaraja tidak dapat mempercayai bahwa ayahnya tega mencederai hati putra kandungnya sendiri. Kemarahan itu sudah tak terbendung. maka diusirlah begawan Wiswara dan Dewi Sukesi dari Lokapala.
Beberapa tahun telah berlalu hingga anak-anak Wiswara dan Sukesi telah dewasa namun di sisi lain
Prabu Danaraja masih memendam rasa kemarahan dan dendam yang sangat mendalam kepada ayahnya. Hingga detik ini dia masih tidak dapat menerima perlakuan ayahnya yang dianggapnya mengkhianati dharma bhaktinya sebagai anak. Sang Resi Wisrawa sebagai ayah dianggapnya telah menyelewengkan bhakti seorang anak yang telah dengan tulus murni dari dalam bathin yang paling dalam memberikan cinta dan kehormatan pada ayah kandung junjungannya.
Rasa ini benar-benar tak dapat ia tahan hingga suatu saat Prabu Danaraja mengambil sikap yang sudah tidak bisa ditawar lagi. Prabu Danaraja lalu mengerahkan seluruh bala tentara Lokapala dan memimpinnya sendiri untuk menyerang Alengka dan membunuh ayahnya sendiri yang sudah tidak memiliki kehormatan lagi dimatanya. Alengka dan Lokapala bentrok dan terjadi pertumpahan darah. Pertumpahan darah yang ditujukan hanya untuk dendam seorang anak pada ayahnya.
Resi Wisrawa tidak dapat diam melihat semua ini. Ribuan nyawa prajurit telah hilang demi seorang Brahmana tua yang telah penuh dengan dosa. Wisrawa segera turun ke tengah pertempuran dan menghentikan semuanya. Kini ia berhadap-hadapan dengan Danaraja, anaknya sendiri. Dengan mata penuh dendam, Danaraja mengibaskan pedang senjatanya ke badan Wisrawa. Darah mengucur deras, Wisrawa roboh di tengah-tengah para prajurit kedua negara.
Melihat Resi Wisrawa tewas dalam peperangan melawan Prabu Danaraja, Dewi Sukesi berniat untuk membalas dendam kematian suaminya. Rahwana yang ingin menuntut balas atas kematian ayahnya, dicegah oleh Dewi Sukesi. Kepada keempat putranya diyakinkan, bahwa mereka tidak akan mampu mengalahkan Prabu Danaraja yang memiliki ilmu sakti Rawarontek. Untuk dapat mengalahkan dan membunuh Prabu Danaraja. Mereka harus pergi bertapa, mohon anugrah Dewata agar diberi kesaktian yang melebihi Prabu Danaraja, yang sesungguhnya masih saudara satu ayah mereka sendiri, sebagai bekal menuntut balas atas kematian ayah mereka.

Sastra Djendra 3

Sastra Djendra 3

pambukaan ilmu sejati sastra jendra yang agung sudah ternodai inilah pembukaan agung itu

Energi dalam tubuh manusia berpusat disekitar pusar. Pembangkitnya berada di situ. Lalu, biasanya ada dua kemungkinan. Mengalir ke bawah, atau mengalir ke atas. Jika mengalir ke bawah, instink-instink hewani dalam diri manusia akan terstimuli. Instink-instink hewani yang kita warisi berkat evolusi panjang itu akan bangkit kembali dan mencari mangsanya. Kemudian, demi kenyamanan diri, kita bisa mencelakakan apa saja. Sebaliknya, jika mengalir ke atas, energi itu akan membuat anda menjadi lebih kreatif dan konstruktif. Anda akan menjadi unik, orisinil dan karena itu anda akan menjadi berkah bagi lingkungan sekitar anda

Resi Wisrawa sedang mengupas ilmu Sastrajendra Pangruwating Diyu di taman keputren bersama Dewi Sukesi. ‘Sastrajendra’, Tulisan Agung tersebut tak jauh dari pemahaman tentang manusia itu sendiri, tentang ‘gumelaring jagad’, asal-usul jagad, ‘sejatining urip’, makna hidup, ‘sejatining panembah’, pengabdian kepada Gusti dan ‘sampurnaning pati’, kesempurnaan kematian.
Ucapan-ucapan seperti, “Aku sudah pasrah. Aku sudah berserah diri sepenuhnya” hanya menunjukkan betapa naifnya kita. Di balik ucapan-ucapan kita seperti itu masih ada keinginan terselubung, untuk menonjolkan diri kita. Kepasrahan kita membutuhkan pengakuan orang lain. Ego kita masih tetap ada. Dan selama masih ada ego, tidak ada cinta, tidak akan ada kasih
Beberapa penjelasan Resi Wisrawa, “Pada waktu kita sudah lepas dari keterikatan, kehilangan rasa memiliki, termasuk memiliki diri sendiri, kita masuk dalam “kematian”. Di balik “kematian” itulah justru ada “kehidupan” sejati. Kehidupan yang tidak berawal dan tidak berakhir, yang bebas dari belenggu keterikatan.”
Mereka yang jiwanya telah mati sibuk mencari kehidupan. Mereka yang jiwanya hidup mengejar kematian. Suatu paradoks tetapi Begitulah adanya. Apabila anda tidak merasa hidup, Anda akan selalu mengejar kehidupan. Apabila Anda tidak merasa sehat, Anda akan mengejar kesehatan. Apa pun yang Anda rasakan tidak “ada” dalam diri Anda, akan Anda kejar. Anda akan membanting tulang untuk memperolehnya. Sebaliknya, mereka yang merasakan dirinya hidup, mereka yang telah mengenal kehidupan dari dekat, mereka yang telah puas menjalani kehidupan tidak akan mengejar kehidupan lagi. Mereka yang sehat tidak mengejar kesehatan
Kita berada dalam keindahan cinta. Alam semesta ini adalah perwujudan cinta Sang Keberadaan. Manusia, hewan, tanaman tak mungkin ada tanpa cinta. Cinta dan keindahan terdapat dalam naluri, integensia setiap manusia.”
“Ibarat sungai diam yang mengalirkan air yang selalu baru. Bukan jatidiri yang berjalan, tetapi waktulah yang berjalan. Cinta melampaui waktu. Tubuh fisik boleh berubah sesuai usia, akan tetapi cinta itu sendiri abadi. Masa lalu tidak ada, masa depan belum tiba dan yang ada hanya saat ini dan hal ini perlu dirayakan.”
“Dalam cinta itu ada kerinduan, bukan kerinduan terhadap hal-hal duniawi yang bersifat sementara, tetapi kerinduan kepada hal yang tidak dimengerti. Kebahagian dalam kerinduan tersebut bukan karena kepemilikan, tetapi karena ridho Sang Keberadaan. Pasrah total terhadap Keberadaan.”
Cinta tidak bertujuan, tak akan pernah bertujuan. Mereka yang belum kenal cinta selalu bingung. Mereka tidak dapat membayangkan suatu “tindakan” tanpa tujuan. Cinta yang ada pamrihnya, yang bersyarat, bukan cinta lagi. Lakukan introspeksi diri selama ini apakah Anda mencintai Allah? Jangankan pengorbanan dalam cinta, selama ini mungkin cinta pun belum pernah menyentuh jiwa kita, ruh kita, batin kita. Dan apabila kita belum mencicipi manisnya Kasih Allah, manisnya Cinta Tuhan, selama itu pula kita akan selalu berkiblat pada dunia benda pada segala sesuatu yang fana, yang semu. Berkorban dalam Cinta Allah berarti menolak segala sesuatu yang fana. Dengan Cinta, dan hanya Cinta saja yang dapat menyingkirkan bayangan gelap dari yang bukan Allah itu. Dengan Cinta dan Cinta saja, jiwa manusia dapat memenangkan kembali sumber kesucian itu dan menemukan tujuan utama yaitu penyatuan kembali dengan kebenaran
Dewi Sukesi mengandung akibat buah cinta terlarangnya dengan Resi Wisrawa. Dan, kemudian dari rahimnya terlahir segumpal darah, bercampur sebuah wujud telinga dan kuku. Segumpal darah itu menjadi raksasa bernama Rahwana yang melambangkan nafsu angkara manusia. Sedangkan telinga menjadi raksasa sebesar gunung yang bernama Kumbakarna, yang meski pun berwujud raksasa tetapi hatinya bijak, ia melambangkan penyesalan ayah ibunya. Sedangkan kuku menjadi raksasa wanita yang bertindak semaunya bernama Sarpakenaka.

Sastra Jendra adalah ilmu puncak yang hanya boleh diketahui dan dipakai para dewata, tidak boleh diketahui dan digunakan oleh manusia.Yang bermakna : Ilmunya para dewa untuk mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan dengan

cara membebaskan diri ( pangruwat) dari kebutaan sehingga mampu membedakan yang baik dengan yang buruk.( diyu).

memang sarat dengan kalimat-kalimat yang samar atau memang sengaja dibuat samar. Sehingga hanya orang yang sungguh-sungguh serius belajar yang bisa menemukan.
orang yang sudah menguasai Sastra Jendra adalah manusia yang telah mengetahui jati dirinya, telah ketemu dengan Pribadi Sejatinya/Higher- Self,yang telah Mengetahui Kasunyataaning Urip, Kehidupan Sejati, Realitas Kehidupan lahir batin.

Karena peristiwa pengajaran tersebut, menurut Hyang Guru (manikmaya) maka Wisrawa harus menerima pameleh . Hyang Guru manunggal dengan Wisrawa dan Dewi Uma dengan Sukesi. maka oleh karenanya Sukesi jatuh hati pada Wisrawa walaupun berulang diingatkan bahwa Wisrawa adalah calon mertuanya.
Api asmara dikobarkan antara keduanya, hingga terjadilah peristiwa terlarang itu sebelum ilmu Sastrajendra Hayuningrat Panguwating Diyu utuh dijabarkan Wisrawa pada Sukesi , baru sampai tingkat pembuka saja.
Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi hanya dapat berserah diri sepenuhnya kepada kehendak Sang Penguasa Alam. Ketiga bayi itu lahir diiringi lolongan serigala dan raungan anjing liar. Auman harimau dan kerasnya teriakan burung gagak. Suasana yang demikian mencekam mengiringi kelahiran ketiga bayi yang diberi nama Rahwana, Sarpakenaka dan Kumbakarna. Dengan kepasrahan yang mendalam, Wisrawa dan Sukesi membawa ketiga anak-anaknya ke Istana Alengka. Tiba di Alengka, Prabu Sumali menyambut mereka dengan duka yang sangat dalam. Kesedihan itu membuat Sang Prabu yang baik hati ini menerima mereka dengan segala keadaan yang ada. Di Alengka Wisrawa dan Sukesi membesarkan ketiga putra-putri mereka dengan setulus hati.
Rahwana dan Sarpakenaka tumbuh menjadi raksasa dan raksesi beringas, penuh nafsu jahat dan angkara. Rahwana tampak semakin perkasa dan menonjol diantara kedua adik-adiknya. Kelakuannya kasar dan biadab. Demikian juga dengan Sarpakenaka yang makin hari semakin menjelma menjadi raksasa wanita yang selalu mengumbar hawa nafsu. Sarpakenaka selalu mencari pria siapa saja dalam bentuk apa saja untuk dijadikan pemuas nafsunya. Sebaliknya Kumbakarna tumbuh menjadi raksasa yang sangat besar, tiga sampai empat kali lipat dari tubuh raksasa lainnya. Ia juga memiliki sifat dan pribadi yang luhur. Walau berujud raksasa, tak sedikitpun tercermin sifat dan watak raksasa yang serakah, kasar dan suka mengumbar nafsunya, pada diri Kumbakarna.
Namun perasaan gundah dan sedih menggelayut di relung hati Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi. Ketiga putranya lahir dalam wujud raksasa dan raksesi. Kini Dewi Sukesi mulai mengandung putranya yang keempat. Akankah putranya ini juga akan lahir dalam wujud rasaksa atau raseksi? Dosa apakah yang telah mereka lakukan? Ataukah akibat dari gejolak nafsu yang tak terkendali sebagai akibat penjabaran Ilmu Sastrajendra Hayuningrat yang telah dilakukan oleh Resi Wisrawa kepada Dewi Sukesi?
Sadar akan kesalahannya yang selama ini terkungkung oleh nafsu kepuasan, Resi Wisrawa mengajak Dewi Sukesi, istrinya untuk bersemadi, memohon pengampunan kepada Sang Maha Pencipta, serta memohon agar dianugerahi seorang putra yang tampan, setampan Wisrawana/Danaraja, putra Resi Wisrawa dengan Dewi Lokawati, yang kini menduduki tahta kerajaan Lokapala. Sebagai seorang brahmana yang ilmunya telah mencapai tingkat kesempurnaan, Resi Wisrawa mencoba membimbing Dewi Sukesi untuk melakukan semadi dengan benar agar doa pemujaannya diterima oleh Dewata Agung. Berkat ketekunan dan kekhusukkannya bersamadi, doa permohonan Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi diterima oleh Dewata Agung. Setelah bermusyawarah dengan para dewa, Bhatara Guru kemudian meminta kesediaan Resi Wisnu Anjali, sahabat karib Bhatara Wisnu, untuk turun ke marcapada menitis pada jabang bayi dalam kandungan Dewi Sukesi.
BERLANJUT...................

Sastra Djendra 2



Sastra Djendra 2 

Sementara itu di kerajaan Lokapala, baru saja menobatkan putra mahkota menjadi raja baru.

Raja yang baru diwisuda adalah Raja Danaraja, menggantikan ayahandanya yang seleh keprabon – dengan sukarela turun tahta.

Yang baru saja turun tahta adalah Wisrawa, sewaktu memerintah dia termasuk raja yang brilian, pandai, bijak, adil, sehingga seluruh negeri dan kawula merasa hidup berkecukupan, tentram dan sejahtera.Selain itu, dia adalah raja yang mampu melindungi rakyat dan negerinya. Segala perintahnya selalu diturut oleh punggawa dan kawula negeri.

Sudah cukup lama dia memerintah, keadaan negeri makmur dan stabil. Dia juga sudah mempersiapkan penggantinya, yang tak lain adalah putra kandungnya sendiri, yang juga menguasai ilmu pemerintahan dengan baik dan selalu bersikap korekt dalam bekerja dan dalam pergaulan.

Sebenarnya, Wisrawa belum begitu tua, dia masih termasuk paruh baya. Tetapi dia sudah merasa cukup mengenyam kehidupan duniawi yang sukses. Sebagai raja dia banyak terlibat dalam urusan negara sehari-harinya dan meskipun penguasa diapun mesti mengikuti aturan protokoler kerajaan, sehingga dia merasa tidak bebas.

Dia ingin hidup yang lebih merdeka, dia ingin menjadi kawula biasa, supaya bisa pergi dengan bebas kemanapun. Dia bukannya mau jadi tukang kluyuran, tetapi dia telah berketetapan hati untuk mendalami kehidupan spiritual, istilah yang dipakai waktu itu adalah mau jumeneng pandhito – menjadi seorang pendeta.Dihari tuanya, dia ingin membersihkan jalan kehidupannya dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, Tuhan dan mengamalkan pengetahuan spiritualnya kepada sesama mahluk Tuhan yang terpanggil.Sebenarnya kawruh sejati-pengetahuan spiritual Wisrawa sudah tinggi, dia adalah salah satu manusia yang sudah tergembleng jiwanya, sudah mengetahui hidup sejati, sudah menguasai Sastra Jendra. Oleh karena itu dia sangat bijak dalam memerintah.

Sebelum memasuki hidup sebagai pendeta, dia harus masih menyelesaikan tugas terakhir kerajaan.

Danaraja, putranya yang telah menjadi raja belum punya pendamping, belum punya permaisuri, meskipun umurnya sudah mendekati seperempat abad.Memang Danaraja pada waktu mudanya termasuk pemuda yang alim, banyak belajar, banyak bekerja.

Wisrawa berbicara serius dengan Danaraja dan memberi saran supaya Danaraja segera menikah dan punya permaisuri. Selain tidak baik bagi seorang raja hidup sendirian, juga demi suksesi masa depan.

Danaraja ternyata tidak punya rencana apapun untuk menikah, dia belum punya calon. Wisrawa yang waskita mengusulkan supaya putranya melamar putri raja Alengkadiraja, Dewi Sukesi yang kondang cantik jelita dan baik hatinya.Untuk itu Danaraja menurut kepada nasihat ayahandanya yang sangat dihormatinya dan dia percaya pilihan ayahnya tentu tidak keliru.

Sesuai dengan ketentuan saat itu, lamaran raja haruslah diwakili oleh seorang delegasi yang ditunjuk oleh raja.Raja tak pelak lagi mempercayai ayahnya untuk melaksanakan lamaran, selain itu Wisrawa juga kenal baik dengan Prabu Sumali, ayah Sukesi. Diharapkan segalanya berjalan lancar dan lamaran diterima, lalu terjadi perkawinan agung antara Raja Danaraja dengan Dewi Sukesi.

Dengan sopan, Wisrawa sebagai utusan Raja Lokapala, Danaraja menghadap Prabu Sumali, ayah Dewi Sukesi.Maksudnya hanya satu, yaitu melamar Dewi Sukesi supaya mau menjadi istri dan permaisuri dari Danaraja.

Prabu Sumali sebagai orang yang waskita , mengerti bahwa Wisrawa adalah juga orang waskita.

Oleh karena itu, dia menjawab Wisrawa dengan bahasa yang sopan dan langsung menyangkut intinya.Dengan ringkas dikatakannya bahwa Dewi Sukesi akan menerima pelamar yang sudah menguasai Sastra Jendra, kalau belum ,lebih baik jangan melamar.

Dengan rendah hati Wisrawa mengatakan kalau dia sudah menguasai Sastra Jendra dan hal ini sebenarnya juga sudah diketahui oleh Prabu Sumali.

Sebagai syarat formal dan ini ketentuan dari Dewi Sukesi, pelamar yang mengaku sudah menguasai Sastra Jendra harus membuktikannya langsung kepada Dewi Sukesi dengan cara memberi wedaran- uraian dari pengetahuan itu. Karena ini menyangkut pengetahuan piningit- termasuk rahasia dewa, maka wejangannya tidak boleh didengar oleh siapapun. Wisrawa menurut apa yang ditentukan, supaya pinangan anaknya bisa diterima. Lebih cepat lebih baik.
wejangan satra jendra pun segera dimulai ditempat yang tersembunyi diruangan tertutup

Wejangan dilakukan disuatu tempat.khusus diistana, yang tidak bisa didengar dan dilihat orang. Yang ada hanya Wisrawa dengan Sukesi, dua-duanya duduk bersila berhadapan dilantai yang digelari permadani.dan ditaburi harumnya bunga melati serta bau dupa yang harum dan selaras dengan ritme wejangan sang wisrawa yang membawakannya dengan lembut penuh perasaan.

Pada mulanya, wejangan berjalan sangat serius, dengan menggunakan lantunan kalimat yang enak dengan suara lirih. Wisrawa berkata dengan hati-hati supaya tidak salah, Sukesi mendengarkan dengan cermat. Uraian terus berlanjut, kadang-kadang Sukesi menyela dengan bertanya. Wisrawa tahu dari caranya dan pertanyaan yang diajukan oleh Sukesi sebenarnya Sukesi sudah tahu Sastra Jendra.

Lama-lama, kekakuan dalam komunikasi lenyap, lalu menjadi lebih luwes, terkadang diselingi senyuman dan saling curi pandang.disertai aliran darah yang merona diwajah Sukesi kadang-kadang mendesah lirih bila wejangannya menai hatinya

Sukesi mulai mengagumi pria yang berbicara dengan sopan, manis dan berbobot, yang duduk dihadapannya.Logat bicaranya amat menarik, gerakan tubuh, bibir ,sorot matanya dan tangannya lebih mempertegas uraian yang diberikan dengan jelas.Dari pandangan-pandangan sekilas yang diarahkan kewajahnya, tak pelak lagi pria ini ganteng sekali pikir Sukesi.Belum pernah sebelumnya Sukesi bertemu dengan pria yang pintar dan sekaligus tampan seperti ini.perasaannya mulai bercampur baur disertai dengan derunya asmara

alunan dendang cinta pun bersambut ,Wisrawa dalam hati memuji Sukesi. “Waduh-waduh, putri raja yang dihadapkanku ini cantik luar biasa , sorot matanya indah , pandang tak jemu lah dan lagi luas wawasannya dan pandai sekali” Mula-mula dia masih berpikir bahwa Sukesi sangat cocok untuk menjadi permaisuri putranya,. Oleh karena itu, hatinya senang dan dia banyak tersenyum supaya lamaran bagi anaknya disetujui oleh Sukesi.Meskipun, kadang-kadang pikirannya mulai melenceng membayangkan belaian tanganya lembut di kulit yang halus: “Ah, belum pernah aku ketemu perawan secantik ini, wajahnya bercahaya lembut, tubuhnya indah, tutur kata indah dan menarik bagai intan permata.Oh alangkah bahagianya bila aku bisa membelainya”..Tapi dalam sekejap ,Wisrawa mampu menepis goda pikir itu dan kembali rasional kepada misi yang diembannya.

Penguraian Sastra Jendra baru pada tahapan pembuka, keduanya mulai lebih banyak berkomunikasi, lebih bebas bicaranya.. Entah bagaimana mulanya, kedua pihak saling tertarik. Rasa saling tertarik merasuk dalam kedalam hati pria dan wanita yang hanya berdua ditempat sepi.

Keduanya dirasuki kobaran nafsu asmara yang menggelora. Tidak ada lagi basa basi, ewuh pakewuh-rintangan sopan santun dan tata susila, atas nama asmara ,segalanya bisa dilakukan.
Hanya sejenak bertemu dan berkenalan, Wisrawa dan Dewi Sukesi cepat larut dalam pelayaran memadu kasih yang meledak-ledak, kenikmatan nafsu yang tak terkendali. Mereka secepat kilat terlibat dalam Love Affairs- hubungan cinta antara seorang calon mertua dengan seorang calon menantu.

Nafsu yang lepas kendali, telah berhasil mengalahkan pikiran jernih. lupa akan jati dirinya dan misi yang di embannya dan terjadilah olah asmara yang indah bak dunia ini milik kita berdua

Sastra Djendra 1

Prabu Sumali yang tadinya raksasa/buto telah menjadi seorang manusia dan memerintah negerinya dengan bijak. Ia disenangi dan dihormati rakyatnya dan raja-raja negeri tetangga.

Putrinya, Dewi Sukesi, yang tadinya raksasi, telah berubah menjadi seorang putri ayu yang luar biasa cantiknya, hatinya lembut, sopan dan merdu tutur katanya.

Keanggunannya kondang melewati batas negerinya. Banyak satria dan raja yang meminangnya, tetapi dengan halus semua ditolak.Padahal semua peminang berjanji untuk membahagiakannya, menawarkan perhiasan-perhiasan emas permata yang amat mahal, hidupnya akan bergelimang harta.

Meski zaman kuno, Prabu Sumali berpikiran maju. Dalam hal cinta, dia tidak mau memaksa putrinya, dia percaya bahwa putrinya cukup arif untuk menentukan sendiri jodoh pilihannya.

Syarat utama supaya pinangannya diterima bukanlah pemberian harta berlimpah dan mas picis rajabrana- uang mas dan perhiasan-perhiasan berlian indah dan mahal. Bukan pula pemberian tanah atau negeri yang luas, bukan pula kedudukan serta kekuasaan.

Yang bakalan menjadi suaminya adalah seorang pria yang telah menguasai Sastra Jendra. Lalu apa itu Sastra Jendra? Tentu banyak orang yang tidak tahu Sastra Jendra, mungkin mendengar saja belum pernah! Karena Sastra Jendra adalah ngelmu sejati, pengetahuan spiritual yang hanya diperuntukkan para dewa. Pengetahuan ini tinggi sekali nilai spiritualnya, hanya untuk para dewa, bangsanya malaikat ( angels).

Dengan demikian ,kalau ada manusia yang bisa menguasai Sastra Jendra, tentulah dia orang yang terpilih. Dia dapat perkenan langsung dari Sang Pencipta Hidup, Tuhan.

Para satria dan raja-raja muda yang datang melamar banyak yang bagus rupanya, santun, pandai, berbusana apik, rapi. Mereka juga mempunyai pengetahuan yang memadai dalam seni beladiri dan perang. Ada juga yang tataran ilmu kanuragannya cukup tinggi, sakti, kulitnya tak mempan ditembus senjata tajam . Tubuhnya kuat menahan berbagai serangan yang menggunakan aji-aji yang dahsyat Umumnya memiliki pusaka-pusaka andalan yang ampuh berupa keris, panah, gada, tombak dsb.

Tetapi tataran spiritual mereka masih belum tinggi, karena mereka masih lebih memperhatikan kehidupan materi dan duniawi. Tidak satupun dari mereka yang menguasai Sastra Jendra, bahkan belum pernah mengetahui dan mendengar , apa itu Sastra Jendra!

Sebenarnya mereka sangat kecewa dengan penolakan terhadap lamaran mereka. Tetapi, Prabu Sumali yang sudah menguasai Sastra Jendra, tampak begitu berwibawa didepan mereka. Selain itu,

dia juga amat sopan dalam menemui dan bertutur kata dengan tamu-tamunya, bersikap santun dalam memberi penjelasan sehingga tidak ada yang sakit hati.

Paling-paling pada waktu pamitan, mereka bilang bahwa mereka akan mencari Sastra Jendra dan bila sudah dapat, sementara Dewi Sukesi belum ada yang menyunting, mereka akan datang kembali untuk melamar
(Bersambung)....

Sastrajendra 5 /Ilmu yang Adiluhung


Sastrajendra 5 Hayuningrat Pangruwating Diyu adalah kisah awal babad Ramayana. Bertutur tentang ilmu untuk mencapai kesempurnaan hidup yang bisa mengungkap rahasia alam semesta beserta perkembangannya.

Cerita cinta sepertinya tak pernah padam sepanjang sejarah manusia. Sepasang wanita dan pria terlibat dalam hubungan asmara, satu hal yang wajar-wajar saja,

Nafsu yang lepas kendali, telah berhasil mengalahkan pikiran jernih. Padahal Dewi Sukesi dan Wisrawa adalah manusia-manusia yang sudah punya kesadaran spiritual tinggi, masih juga bisa terkikis sifatnya yang bijak.Itulah kenapa para pinisepuh didalam setiap kesempatan selalu mengingatkan kepada kita semua supaya tetap eling lan waspada
Selama masih sebagai manusia yang berbadan fisik dan halus, selama itu pula masih bisa terjerat oleh goda yang kelihatannya manis dan enak, tetapi mengakibatkan keterpurukan.

Hubungan cinta ragawi Wisrawa dan Sukesi yang hanya dilandasi nafsu semata, menghasilkan buah yang sepadan
Dari sudut pandang spiritualitas, cerita cinta Wisrawa dengan Sukesi adalah untuk mengingatkan kepada pencari pencerahan jiwa untuk jangan terjebak kedalam berbagai nafsu yang negatif
Kalau kita sudah bisa mengendalikan berbagai macam nafsu termasuk menentramkan pikiran dan mengarahkannya kepada hal-hal yang positif, barulah rasa hati bisa meneb – diajak tentram, raga tenang, santai-heneng, kemudian rasa menjadi hening- tentram sekali.

Untuk mencapai meneb, heneng, hening, itu mudah dikatakannya, tetapi perlu latihan santai tetapi tekun untuk bisa mencapainya.Oleh karena itu, orang-orang tua zaman dulu banyak yang “nglakoni”- ngurang-ngurangi, tirakatan, dengan jalan antara lain menjalani berbagai macam laku puasa, mengurangi tidur dan sebagainya.Sebenarnya, salah satu jalan sederhana yang bisa dilaksanakan adalah menjalani urip sakmadyo- hidup sederhana, semampunya, seperti apa adanya.

Makan secukupnya, tidak perlu mewah, yang penting sehat, banyak sayur dan buah. Tidur seperlunya saja, jangan terlalu banyak, tidurlah pada waktu sudah mengantuk sekali.Tidur sebentar tetapi berkwalitas, itu yang penting. Kebanyakan tidur tidak baik untuk mereka yang ingin meningkatkan kesadaran spiritualnya. Karena dalam tidur ,orang lupa segalanya, sudah tidak sadar. Maka ada orang tua yang mengatakan bahwa tidur itu saudaranya mati. Cobalah direnungkan.
Bagi yang sudah dewasa, melakukan sanggama juga supaya pakai ukuran, jangan terlalu sering dan dilakukan hanya dengan pasangan resminya.

Selama hidup supaya bekerja dengan baik, yang positif sifatnya, suka menolong sesama, berbudi pekerti luhur dan selalu manembah kepada Tuhan Yang Maha Welas Asih.
Kalau itu semua sudah mampu dilalui, barulah punya kemampuan untuk mempelajari Sastra Jendra, pengetahuan spiritual yang tinggi tatarannya.
Kalimat Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu, inti artinya adalah : Manusia yang samadinya diterima Gusti! Sungguh sederhana maksudnya, pada saat ini, karena sekarang adalah masanya Sastra Ceta – pengetahuan yang jelas terbuka, tidak lagi ditutup- tutupi atau dirahasiakan.

Jelas sekarang maksudnya bahwa orang yang sudah menguasai Sastra Jendra adalah manusia yang telah mengetahui jati dirinya, telah ketemu dengan Pribadi Sejatinya/Higher- Self,yang telah Mengetahui Kasunyataaning Urip, Kehidupan Sejati, Realitas Kehidupan lahir batin.

Seorang spiritualis yang telah ketemu dengan Pribadi Sejatinya atau yang telah berhasil berkumpul kembali dengan pribadi Sejatinya, Higher Self-nya sehingga mengetahui rahasia kehidupan, tentu tidak akan menyia-nyiakan hidupnya didunia ini .Dengan kesadaran spiritualnya yang sejati dia akan selalu berbuat positif konstruktif, menolong sesama dan aktif memelihara planet bumi, istilah Kejawennya: Memayu Hayuning Sesama lan Buwono.

Secara harfiah arti dari “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” adalah sebagai berikut; Serat = ajaran, Sastrajendra = Ilmu mengenai raja. Hayuningrat = Kedamaian. Pangruwating = Memuliakan atau merubah menjadi baik. Diyu = raksasa atau lambang keburukan. Raja disini bukan harfiah raja melainkan sifat yang harus dimiliki seorang manusia mampu menguasai hawa nafsu dan pancainderanya dari kejahatan. Seorang raja harus mampu menolak atau merubah keburukan menjadi kebaikan.Pengertiannya; bahwa Serat Sastrajendra Hayuningrat adalah ajaran kebijaksanaan dan kebajikan yang harus dimiliki manusia untuk merubah keburukan mencapai kemuliaan dunia akhirat. Ilmu Sastrajendra adalah ilmu makrifat yang menekankan sifat amar ma’ruf nahi munkar, sifat memimpin dengan amanah dan mau berkorban demi kepentingan rakyat.

Asal-usul Sastra Jendra dan Filosofinya

Menurut para ahli sejarah, kalimat “Sastra Jendra” tidak pernah terdapat dalam kepustakaan Jawa Kuno. Tetapi baru terdapat pada abad ke 19 atau tepatnya 1820. Naskah dapat ditemukan dalam tulisan karya Kyai Yasadipura dan Kyai Sindusastra dalam lakon Arjuno Sastra atau Lokapala. Kutipan diambil dari kitab Arjuna Wijaya pupuh Sinom pada halaman 26;
Selain daripada itu, sungguh heran bahwa tidak seperti permintaan anak saya wanita ini, yakni barang siapa dapat memenuhi permintaan menjabarkan “Sastra Jendra hayuningrat” sebagai ilmu rahasia dunia (esoterism) yang dirahasiakan oleh Sang Hyang Jagad Pratingkah. Dimana tidak boleh seorangpun mengucapkannya karena mendapat laknat dari Dewa Agung walaupun para pandita yang sudah bertapa dan menyepi di gunung sekalipun, kecuali kalau pandita mumpuni. Saya akan berterus terang kepada dinda Prabu, apa yang menjadi permintaan putri paduka. Adapun yang disebut Sastra Jendra Yu Ningrat adalah pangruwat segala segala sesuatu, yang dahulu kala disebut sebagai ilmu pengetahuan yang tiada duanya, sudah tercakup ke dalam kitab suci (ilmu luhung = Sastra). Sastra Jendra itu juga sebagai muara atau akhir dari segala pengetahuan. Raksasa dan Diyu, bahkan juga binatang yang berada dihutan belantara sekalipun kalau mengetahui arti Sastra Jendra akan diruwat oleh Batara, matinya nanti akan sempurna, nyawanya akan berkumpul kembali dengan manusia yang “linuwih” (mumpuni), sedang kalau manusia yang mengetahui arti dari Sastra Jendra nyawanya akan berkumpul dengan para Dewa yang mulia…
Ajaran “Sastra Jendra hayuningrat Pangruwating Diyu” mengandung isi yang mistik, angker gaib, kalau salah menggunakan ajaran ini bisa mendapat malapetaka yang besar.
Bila seseorang mempelajari “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” berarti harus pula mengenal asal usul manusia dan dunia seisinya, dan haruslah dapat menguraikan tentang sejatining urip (hidup), sejatining Panembah (pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa), sampurnaning pati (kesempurnaan dalam kematian),Bagi sseorang yang mengimplementasikan perbuatan dalam koridor “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” dapat memetik manfaatnya berupa Pralampita atau ilham atau wangsit (wahyu) atau berupa “senjata” biasanya berupa rapal. Dengan rapal atau mantra orang akan memahami isi Endra Loka, yakni pintu gerbang rasa sejati, merasakan sejatinya wahana Tuhan YME. Manusia mempunyai tugas berat dalam mencari Tuhannya
Itulah inti sari dari “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” sebagai Pungkas-pungkasaning Kawruh. Artinya, ujung dari segala ilmu pengetahuan atau tingkat setinggi-tingginya ilmu yang dapat dicapai oleh manusia atau seorang spiritualis. Karena ilmu yang diperoleh dari makrifat ini lebih tinggi mutunya dari pada ilmu pengetahuan yang dapat dicapai dengan akal.

Demikian lah pemaparan tentang puncak ilmu yang adiluhung, tidak bersifat primordial, tetapi bersifat universal, berlaku bagi seluruh umat manusia di muka bumi, manusia sebagai mahluk ciptaan Gusti Kang Maha Wisesa, Tuhan Yang Maha Kuasa. Yang Maha Tunggal. Janganlah terjebak pada simbol-simbol atau istilah yang digunakan dalam tulisan ini. Namun ambilah hikmah, hakikat, nilai yang bersifat metafisis dan universe dari ajaran-ajaran di atas. Semoga bermanfaat

Senin, 26 Januari 2015

SIK MBUKAK

MENEMUKAN WETON DARI TANGGAL LAHIR ANDA


 Nama Anda :
Tgl. Lahir Anda :
CSS