Sementara itu di kerajaan Lokapala, baru saja menobatkan putra mahkota menjadi raja baru.
Raja yang baru diwisuda adalah Raja Danaraja, menggantikan ayahandanya yang seleh keprabon – dengan sukarela turun tahta.
Yang
baru saja turun tahta adalah Wisrawa, sewaktu memerintah dia termasuk
raja yang brilian, pandai, bijak, adil, sehingga seluruh negeri dan
kawula merasa hidup berkecukupan, tentram dan sejahtera.Selain itu, dia
adalah raja yang mampu melindungi rakyat dan negerinya. Segala
perintahnya selalu diturut oleh punggawa dan kawula negeri.
Sudah
cukup lama dia memerintah, keadaan negeri makmur dan stabil. Dia juga
sudah mempersiapkan penggantinya, yang tak lain adalah putra kandungnya
sendiri, yang juga menguasai ilmu pemerintahan dengan baik dan selalu
bersikap korekt dalam bekerja dan dalam pergaulan.
Sebenarnya,
Wisrawa belum begitu tua, dia masih termasuk paruh baya. Tetapi dia
sudah merasa cukup mengenyam kehidupan duniawi yang sukses. Sebagai raja
dia banyak terlibat dalam urusan negara sehari-harinya dan meskipun
penguasa diapun mesti mengikuti aturan protokoler kerajaan, sehingga dia
merasa tidak bebas.
Dia ingin hidup yang lebih merdeka, dia
ingin menjadi kawula biasa, supaya bisa pergi dengan bebas kemanapun.
Dia bukannya mau jadi tukang kluyuran, tetapi dia telah berketetapan
hati untuk mendalami kehidupan spiritual, istilah yang dipakai waktu itu
adalah mau jumeneng pandhito – menjadi seorang pendeta.Dihari tuanya,
dia ingin membersihkan jalan kehidupannya dan mendekatkan diri kepada
Sang Pencipta, Tuhan dan mengamalkan pengetahuan spiritualnya kepada
sesama mahluk Tuhan yang terpanggil.Sebenarnya kawruh sejati-pengetahuan
spiritual Wisrawa sudah tinggi, dia adalah salah satu manusia yang
sudah tergembleng jiwanya, sudah mengetahui hidup sejati, sudah
menguasai Sastra Jendra. Oleh karena itu dia sangat bijak dalam
memerintah.
Sebelum memasuki hidup sebagai pendeta, dia harus masih menyelesaikan tugas terakhir kerajaan.
Danaraja,
putranya yang telah menjadi raja belum punya pendamping, belum punya
permaisuri, meskipun umurnya sudah mendekati seperempat abad.Memang
Danaraja pada waktu mudanya termasuk pemuda yang alim, banyak belajar,
banyak bekerja.
Wisrawa berbicara serius dengan Danaraja dan
memberi saran supaya Danaraja segera menikah dan punya permaisuri.
Selain tidak baik bagi seorang raja hidup sendirian, juga demi suksesi
masa depan.
Danaraja ternyata tidak punya rencana apapun untuk
menikah, dia belum punya calon. Wisrawa yang waskita mengusulkan supaya
putranya melamar putri raja Alengkadiraja, Dewi Sukesi yang kondang
cantik jelita dan baik hatinya.Untuk itu Danaraja menurut kepada nasihat
ayahandanya yang sangat dihormatinya dan dia percaya pilihan ayahnya
tentu tidak keliru.
Sesuai dengan ketentuan saat itu, lamaran
raja haruslah diwakili oleh seorang delegasi yang ditunjuk oleh
raja.Raja tak pelak lagi mempercayai ayahnya untuk melaksanakan lamaran,
selain itu Wisrawa juga kenal baik dengan Prabu Sumali, ayah Sukesi.
Diharapkan segalanya berjalan lancar dan lamaran diterima, lalu terjadi
perkawinan agung antara Raja Danaraja dengan Dewi Sukesi.
Dengan
sopan, Wisrawa sebagai utusan Raja Lokapala, Danaraja menghadap Prabu
Sumali, ayah Dewi Sukesi.Maksudnya hanya satu, yaitu melamar Dewi Sukesi
supaya mau menjadi istri dan permaisuri dari Danaraja.
Prabu Sumali sebagai orang yang waskita , mengerti bahwa Wisrawa adalah juga orang waskita.
Oleh
karena itu, dia menjawab Wisrawa dengan bahasa yang sopan dan langsung
menyangkut intinya.Dengan ringkas dikatakannya bahwa Dewi Sukesi akan
menerima pelamar yang sudah menguasai Sastra Jendra, kalau belum ,lebih
baik jangan melamar.
Dengan rendah hati Wisrawa mengatakan kalau
dia sudah menguasai Sastra Jendra dan hal ini sebenarnya juga sudah
diketahui oleh Prabu Sumali.
Sebagai syarat formal dan ini
ketentuan dari Dewi Sukesi, pelamar yang mengaku sudah menguasai Sastra
Jendra harus membuktikannya langsung kepada Dewi Sukesi dengan cara
memberi wedaran- uraian dari pengetahuan itu. Karena ini menyangkut
pengetahuan piningit- termasuk rahasia dewa, maka wejangannya tidak
boleh didengar oleh siapapun. Wisrawa menurut apa yang ditentukan,
supaya pinangan anaknya bisa diterima. Lebih cepat lebih baik.
wejangan satra jendra pun segera dimulai ditempat yang tersembunyi diruangan tertutup
Wejangan dilakukan disuatu tempat.khusus diistana, yang tidak bisa
didengar dan dilihat orang. Yang ada hanya Wisrawa dengan Sukesi,
dua-duanya duduk bersila berhadapan dilantai yang digelari permadani.dan
ditaburi harumnya bunga melati serta bau dupa yang harum dan selaras
dengan ritme wejangan sang wisrawa yang membawakannya dengan lembut
penuh perasaan.
Pada mulanya, wejangan berjalan sangat serius,
dengan menggunakan lantunan kalimat yang enak dengan suara lirih.
Wisrawa berkata dengan hati-hati supaya tidak salah, Sukesi mendengarkan
dengan cermat. Uraian terus berlanjut, kadang-kadang Sukesi menyela
dengan bertanya. Wisrawa tahu dari caranya dan pertanyaan yang diajukan
oleh Sukesi sebenarnya Sukesi sudah tahu Sastra Jendra.
Lama-lama,
kekakuan dalam komunikasi lenyap, lalu menjadi lebih luwes, terkadang
diselingi senyuman dan saling curi pandang.disertai aliran darah yang
merona diwajah Sukesi kadang-kadang mendesah lirih bila wejangannya
menai hatinya
Sukesi mulai mengagumi pria yang berbicara dengan
sopan, manis dan berbobot, yang duduk dihadapannya.Logat bicaranya amat
menarik, gerakan tubuh, bibir ,sorot matanya dan tangannya lebih
mempertegas uraian yang diberikan dengan jelas.Dari pandangan-pandangan
sekilas yang diarahkan kewajahnya, tak pelak lagi pria ini ganteng
sekali pikir Sukesi.Belum pernah sebelumnya Sukesi bertemu dengan pria
yang pintar dan sekaligus tampan seperti ini.perasaannya mulai bercampur
baur disertai dengan derunya asmara
alunan dendang cinta pun
bersambut ,Wisrawa dalam hati memuji Sukesi. “Waduh-waduh, putri raja
yang dihadapkanku ini cantik luar biasa , sorot matanya indah , pandang
tak jemu lah dan lagi luas wawasannya dan pandai sekali” Mula-mula dia
masih berpikir bahwa Sukesi sangat cocok untuk menjadi permaisuri
putranya,. Oleh karena itu, hatinya senang dan dia banyak tersenyum
supaya lamaran bagi anaknya disetujui oleh Sukesi.Meskipun,
kadang-kadang pikirannya mulai melenceng membayangkan belaian tanganya
lembut di kulit yang halus: “Ah, belum pernah aku ketemu perawan
secantik ini, wajahnya bercahaya lembut, tubuhnya indah, tutur kata
indah dan menarik bagai intan permata.Oh alangkah bahagianya bila aku
bisa membelainya”..Tapi dalam sekejap ,Wisrawa mampu menepis goda pikir
itu dan kembali rasional kepada misi yang diembannya.
Penguraian
Sastra Jendra baru pada tahapan pembuka, keduanya mulai lebih banyak
berkomunikasi, lebih bebas bicaranya.. Entah bagaimana mulanya, kedua
pihak saling tertarik. Rasa saling tertarik merasuk dalam kedalam hati
pria dan wanita yang hanya berdua ditempat sepi.
Keduanya
dirasuki kobaran nafsu asmara yang menggelora. Tidak ada lagi basa basi,
ewuh pakewuh-rintangan sopan santun dan tata susila, atas nama asmara
,segalanya bisa dilakukan.
Hanya sejenak bertemu dan berkenalan,
Wisrawa dan Dewi Sukesi cepat larut dalam pelayaran memadu kasih yang
meledak-ledak, kenikmatan nafsu yang tak terkendali. Mereka secepat
kilat terlibat dalam Love Affairs- hubungan cinta antara seorang calon
mertua dengan seorang calon menantu.
Nafsu yang lepas kendali,
telah berhasil mengalahkan pikiran jernih. lupa akan jati dirinya dan
misi yang di embannya dan terjadilah olah asmara yang indah bak dunia
ini milik kita berdua